Menghindari Produk Hukum yang Ortodoks

Oleh: Heru Setiawan
 
          Hukum merupakan salah satu social enginering dari masyarat dalam kehidupan. Peranan hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangatlah penting dan  strategis. Oleh sebab itu setiap produk hukum yang dilahirkan atau yang akan dibuat haruslah responsif atau sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat.

           Di Indonesia lembaga yang berwenang membuat hukum atau undang-undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Peranan yang sangat besar diberikan oleh Undang-undang Dasar 1945 untuk membuat undang-undang. Akibat kewenangan yang sangat besar inilah bisa menyebabkan suat produk hukum yang dilahirkan bersifat ortodoks atau hukum yang dibuat sesuai dengan kebutuhan kelompok tertentu.

         Banyaknya peraturan perundang-undangan yang dibuat dan bermuara ke Mahkamah Konstitusi. Menjadi gambaran bahwa banyaknya produk hukum yang di hasilkan oleh DPR memiliki banyak celah atau tidak responsif. Hanya mementingkan kuantitas semata bukannya kualitas dari suatu aturan perundang-undangan.  Periode sebelumnya DPR hanya bisa menyelesaikan 126 undang-undang.

       Dari sekian banyak undang-undang yang dibuat oleh DPR tidak sedikit pula undang-undang yang telah dijadikan undang-undang tersebut bermuara ke mahkamah konstitusi. Bahkan belum beberapa hari di sahkan undang-undang itu langsung dilakukan Judicial review . seperti halnya undang-undang no. 14 tahun 2014 tentang MD3 yang langsung di uji materil ke Mahkamah Konstitusi setelah beberapa hari di sahkan menjadi undang-undang.

         Undang-undang diatas bukanlah satu-satunya undang-undang yang dimintakan judicial review ke Mahkamah Konstitusi setelah di sahkan. Undang-undang terakhir yang dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi adalah undang-undang pemilihan kepala daerah yang telah di cabut dengan perpu oleh presiden. Tetapi permohonan judicial review tentang undang-undang tersebut masih terdaftar di Mahkamah Konstitusi meskipun sudah di sarankan untuk mencabut permohonannya.

            Dari data yang dihimpun dari website Mahkamah Konstitusi ada sekitar 124 perkara
pengujian undang-undang yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi selama tahun 2014. Hal ini menandakan banyaknya undang-undang yang dibuat tidak sesuai dengan kebutuhan di masyarakat, karena banyak yang dilakukan judicial review oleh Mahkamah Konstitusi.

             Banyaknya produk undang-undang yang dibuat tidak sesuai dengan kebutuhan menyebabkan terjadinya pertentangan yang akhirnya lagi-lagi bermuara di Mahkamah Konstitusi yang memutuskan untuk mencabut ataupun membatalkan produk hukum yang dibuat oleh DPR.

          Harapan akan lahirnya produk hukum yang responsif atau sesuai dengan kebutuhan di masyarakat masih belum menjadi kenyataan. Meskipun masih ada juga  beberapa produk hukum yang bersifat responsif. Tetapi pada kenyataan produk hukum yang dilahirkan oleh lembaga legislasi  lebih banyak bersifat ortodox atau hanya mementingkan kepentingan golongan semata.
            Masalah banyaknya produk hukum masih belum bersifat responsif mungkin diakibatkan masih banyaknya conflic of interest yang masih terjadi antara para anggota dewan. Memang tidak bisa dipungkiri para anggota dewan yang di DPR membawa banyak kepentingan bukan hanya membawa kepentingan rakyat semata tetapi juga membawa kepentingan partai.

       Banyaknya kepentingan yang di bawa oleh para anggota dewan inilah yang menyebabkan susahnya terbentuk suatu produk hukum yang bersifat responsif atau sesuai dengan kebutuhan. Saling beradunya banyak kepentingang yang menyebabkan pekerjaan mereka yang membuat undang-undang menjadi tidak bisa berjalan efektif dan sesuai dengan harapan kita semua.Bertemunya banyak kepentingan yang saling berbenturan dalam suatu lembaga. Maka akan menyebabkan berbagai konflik kepentingan yang terjadi.

             Masalah inilah yang terus terjadi pada lembaga legislasi di Indonesia masih banyaknya undang-undang yang belum bersifat responsif. Hal inilah yang akan menjadi pekerjaan bagi para anggota dewan yang baru untuk menghasilkan undang-undang yang bersifat responsif sesuai dengan kebutuhan. Tidak ada lagi produk hukum yang tidak sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat indonesia sendiri.

     Harapan kepada para aggota dewan periode 2014/2019 agar bisa menghasilkan produk hukum yang lebih bersifat responsif. Walaupun tidak akan mungkin semua produk hukum yang dihasilkan bersifat responsif. Tetapi setidaknya lebih banyak produk hukum yang dilahirkan bersifat responsif. Meskipun sekarang sama-sama kita lihat banyaknya terjadi konflik di dalam tubuh DPR yang saling berseberangan.

           Semoga saja ini kondisi akan cepat berakhir dan konflik antar kepentingan antara elit di senayan bisa berakhir. Lebih fokus lagi untuk menyelesaikan amanahnya di DPR sesuai dengan fungsi legislasi yang menghasilkan produk hukum yang bersifat responsif dengan tidak lagi mementingkan kepentingan golongan. Karena kalau sudah ada di DPR jangan lagi ada kepentingan lain selain kepentingan untuk negara dan bangsa ini.

0 komentar:

Posting Komentar